Cari, cari, carilah...

Thursday, September 2, 2010

Qamiish

Salaamullahi 'Alaykum Ayyuhal Qaari'uun

Hari ni ana spend waktu petang pergi cari baju raya. Plan asal nak pergi pukul 12 lagi, tapi adik pulak tiba-tiba suruh ambik dari sekolah. Potong betul. Tapi takpe...Ana dan Bee dengan komited menukar plan utk pergi cari baju raya lepas ambik semua adik2 dari sekolah. Nak buat mcm mana, tak bestla cari baju raya kalau tengah sibuk dengan hal lain. Last2 pegilah dalam pukul 2.15 pm.

Baju raya tahun ni hajatnya nak lain sikit daripada tahun2 lepas. Kalau dulu selalu pakai baju melayu sepasang bersamping. Setiap tahun pulak keluarga ana buat warna tema. Disebabkan sepupu mak ana (tukang jahit baju) dah berhenti menjahit, terpaksalah cari baju suku2. So, nilah agaknya peluang ana nak cari baju yang berbeza sikit daripada dulu. Sebenarnya berbeza banyak..sebab tahun ni ana fikir2 nak pakai jubah untuk raya pertama. Saja, bila lagi nak memartabatkan pakaian sunnah? Sebelum ni asyik pakai baju melayu je...Apa ada pada melayu sebenarnya? Saje je nak mencetuskan kontroversi..hehe..

Betul ke pemakaian jubah ni sunnah sebenarnya?..hmm...Jom kita tengok jawapannya dari www.ustadzaris.com..


Ada hadits yang menunjukkan bahwa model pakaian yang paling disukai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah gamis (sejenis jubah), karena dengan gamis lebih menutup tubuh daripada memakai izar dan rida (pakaian atasan dan bawahan seperti yang dipakai orang yang sedang berihram).
Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, terkadang orang-orang Arab memakai izar dan rida, kadang juga memakai gamis, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih menyukai gamis karena alasan di atas. Selain itu gamis terdiri hanya satu potong saja sehingga mudah dikenakan daripada memakai izar terlebih dahulu kemudian memakai rida. Meskipun demikian, seandainya Anda tinggal di satu tempat yang terbiasa memakai izar dan rida lalu Anda berpakaian sebagaimana lumrahnya masyarakat maka tidaklah berdosa. Yang penting jangan sampai menyelisihi jenis pakaian yang biasa dipakai di tengah-tengah masyarakat. Karena dengan memakai pakaian yang berbeda dengan yang dikenakan masyarakat setempat, akan terkesan lebih menonjol daripada orang disekitarnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mengenakan pakaian yang menyebabkan seseorang tampak lebih menonjol daripada yang lainnya. (Lihat Penjelasan Syaikh Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin Cetakan Dar wathan Juz 7 hal 303)
Beliau juga mengatakan, “Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dikarenakan faktor budaya masyarakat saat itu, hukum mengikuti dan mengerjakannya adalah dianjurkan akan tetapi bukan dari aspek model perbuatan namun jenis perbuatannya. Contohnya adalah di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masyarakat terbiasa mengenakan izar rida’ dan surban sering-seringnya. Tentang hal ini kami katakana orang yang hidup dimasa itu hendaknya mengenakan pakaian seperti itu. Ini merupakan yang paling utama dan yang paling baik supaya tidak “nyleneh” dari masyarakat sekelilingnya. Alasan yang lain adalah agar pakaian yang di kenakan tidak menyebabkan popularitas. Tetapi jika kita ingin menerapkan hal tersebut di masa saat ini, kita datang ke masjid dengan mengenakan izaar rida’ dan surban maka tentu akan kami katakan ini adalah pakaian yang menyebabkan popularitas dan tidak dianjurkan. Bahkan yang dianjurkan adalah kita mengenakan model pakaian yang biasa dipakai di tengah-tengah masyarakat kita. Oleh karena itu para shahabat, tatkala menaklukkan berbagai negeri mereka mengenakan pakaian sebagaimana pakaian masyakarat setempat.
Hal tersebut bertujuan supaya tidak tampil beda dan jadi bahan gunjingan banyak orang. Jika kita memakai pakaian yang tampil beda maka masyarakat akan mengatakan A itu demikian dan demikian atau bahkan dijadikan bahan guyonan oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ummatnya untuk mengenakan pakaian yang menyebabkan popularitas.” (HR Ahmad no 5631, Abu Dawud 4029 dll. Hadits ini dihasankan oleh Imam Mundziri dan al-Ajaluni)
Jadi, perbuatan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan karena mengikuti tradisi masyarakat setempat itu dianjurkan jenis perbuatannya dan bukan modelnya.” (Syarah Nadzam al-Waraqat karya Syaikh Utsaimin hal 134-135 cetakan Dar al’Aqidah)

No comments: